![]() |
Hendy Siswanto (Petahana) Calon Bupati Jember di Pilkada Jember 2024. (Dok. Istimewa) |
Jember (indikasiNews.ID) – Isu ketidaknetralan Aparatur Sipil Negara (ASN) kembali mencuat di Pilkada Jember, setelah ditemukannya banner bergambar Hendy Siswanto dan M Balya Firjaun Barlaman di Kantor Kecamatan Sumberbaru pada 7 November 2024.
• Gambar Hendy Siswanto Terpampang di Kantor Kecamatan Sumberbaru Indikasi ASN Tidak-Netral
(Sumber: suaraindonesia.co.id)
Temuan ini semakin memperburuk polemik terkait dugaan penyalahgunaan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye calon petahana, meskipun keduanya telah cuti sejak 25 September 2024.
Sebelumnya, insiden serupa juga terjadi di Kecamatan Jombang pada 26 September 2024, di mana gambar petahana juga terpampang dalam kegiatan sosialisasi stop rokok ilegal.
Kejadian-kejadian ini semakin memperlihatkan adanya ketidaknetralan dalam jajaran pemerintah daerah, yang seharusnya bersikap adil dan tidak memihak dalam proses pemilu.
Meski demikian, seandainya Petahana Hendy Siswanto dan M Balya Firjaun Barlaman tetap memenangkan Pilkada Jember yang akan digelar pada 27 November 2024 mendatang. Namun, kemenangan mereka bisa terasa kosong dalam pandangan publik jika isu-isu pelanggaran ini tidak ditangani dengan tegas.
Masyarakat Jember kini sudah terpapar berbagai informasi mengenai dugaan pelanggaran-pelanggaran melalui pemberitaan dan media sosial, seperti Facebook, TikTok, dan YouTube, dan medsos lainya yang memudahkan masyarakat mengaksesnya, hal ini akan semakin memanaskan situasi jelang Pemilihan.
Dari segi hukum, kemenangan petahana bisa saja sah, tetapi ketidaknetralan ASN dan penggunaan fasilitas negara untuk kampanye dapat mencemari proses demokrasi.
Menang dalam Pilkada Jember bukan hanya soal memperoleh suara terbanyak, tetapi juga soal bagaimana masyarakat menilai integritas dan transparansi penyelenggaraan pemilu itu sendiri.
Jika masyarakat merasa proses pilkada tersebut tercemar oleh pelanggaran dan penyalahgunaan kekuasaan, maka meskipun petahana menang, legitimasi kemenangan tersebut akan sangat dipertanyakan.
Pihak penyelenggara Pilkada, seperti KPU dan Bawaslu, harus bekerja lebih keras untuk memastikan bahwa seluruh tahapan pemilu berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sanksi tegas terhadap dugaan pelanggaran, termasuk dugaan ketidaknetralan ASN, perlu diberikan agar tidak ada kesan bahwa pelanggaran dapat dimaafkan hanya karena kemenangan sudah tercapai.
• Opini Publik dan Stabilitas Demokrasi
Dalam demokrasi, opini publik adalah elemen krusial yang tidak bisa diabaikan. Jika masyarakat merasa bahwa pemilu berlangsung tidak adil dan penuh dengan manipulasi, hal ini bisa mempengaruhi stabilitas politik dan sosial di Jember.
Proses Pilkada yang seharusnya menjadi ajang untuk memilih pemimpin yang sah, justru bisa menambah ketidakpercayaan publik terhadap sistem politik dan pemerintah daerah.
Apabila isu ketidaknetralan ASN ini tidak ditangani dengan serius, maka meskipun petahana memenangkan Pilkada, kemenangan tersebut tidak akan pernah sepenuhnya diterima oleh masyarakat.
Sebaliknya, kemenangan tersebut justru berpotensi memicu gelombang protes besar dan menurunnya partisipasi pemilih pada pemilu berikutnya.
Sehingga, meskipun kemenangan legal bisa saja diraih pada 27 November 2024 mendatang, petahana harus waspada akan efek jangka panjang dari persepsi buruk publik yang tercipta akibat dugaan pelanggaran ini.
Pemilu yang sah secara hukum bukan berarti proses demokrasi sudah berjalan dengan baik. Integritas proses pemilu harus dijaga agar tidak ada keraguan terhadap legitimasi siapapun yang terpilih nanti. (indikasinews.id)